Revisit Derawan Traveling Tanpa Batas Waktu

Satu hal yang paling menyenangkan saat traveling tanpa dibatasi oleh waktu adalah bisa mengulangi destinasi yang sudah didatangi sebelumnya. Karena belum puas, saya ingin kembali lagi bertemu dengan hiu paus.

Singkat cerita, saya, Yudi, tiga wanita berbikini–Vivi, Arum, dan Jessica, melanjutkan perjalanan menuju Talisayan. Tapi, kali ini kami mendapatkan tambahan peserta yaitu Syifa dan Ilyas. Menurut motoris, angin hari ini cukup kencang, jadi kami harus siap dalam keadaan apapun.

Langit masih gelap dan gemilap bintang masih berkilau saat kami mulai melepas jangkar. Tak sampai setengah jam kami mengarungi samudra, ganasnya ombak menghempas kami.

Kapal kami goyang ke segala arah, menciptakan kengerian yang amat sangat. Belum lagi kurangnya cahaya dari kapal kami, dan sang motoris hanya mengandalkan GPS Handphone yang tampaknya tak begitu akurat.

Saya jadi ngeri, akibat sebelumnya mendengar cerita bahwa Motoris kami, Bang Ampi, pernah hanyut selama 8 hari diatas laut, terbawa arus dari Derawan hingga Filipina. Saya akan menceritakan kisah beliau lain waktu.

Meskipun ombak besar, sang motoris tak bergeming, kontras dengan kami para penumpang yang kadang kaget tak karuan. Untungnya, langit dan matahari bersahabat saat itu, sehingga tak butuh waktu lama agar cahaya menerangi lautan yang gelap.

Yang seharusnya hanya dua setengah jam, karena ombak hampir empat jam perjalanan menuju Talisayan. Kesulitan tak hanya sampai disitu, kami harus mencari bagan yang dikelilingi oleh hiu paus. Masalahnya adalah, ada puluhan bagan di tengah laut!

Dam akhirnya, setelah 4 kali gagal di bagan yang berbeda, happy ending. Empat hiu paus sekaligus!

Revisit, revisit, dan revisit. Selama lebih dari dua minggu saya di Derawan, saya punya banyak sekali kesempatan untuk revisit spot-spot wisata yang rasanya belum puas. Setelah puas bermain bersama 4 hiu paus di revisit Talisayan, saya kembali revisit Hajimangku karena satu alasan. Yaitu belum melompat dari tebing menuju danau. Ya, cliff jumping.

Sebenarnya, cliff jump nya sendiri tak terlalu tinggi, sekitar 8 meter. Jauh lebih tinggi cliff jump dari puncaknya Cunca Wulang – Labuan Bajo. Tebing yang paling pendek saja sekitar 12 meter. Saya waktu melompat dari Cunca Wulang, rasanya jantung mau copot.

Nah, pada kesempatan pertama ke Hajimangku, saya tidak melompat, karena waktu itu badan rasanya rada nggak enak. Tapi kalau kata orang “kapan lagi kesini? Tak ada kesempatan kedua”. Maka dari itu, saya memutuskan untuk melompat.

Warna danau terlihat berwarna hijau tosca akibat cahaya yang menusuk dari arah atas, membuat saya semakin tak sabar untuk segera terjun langsung.

By the way, ngeri gak sih cliff jump? Paling tinggi pernah berapa meter? Saya mah ngeri euy, 8 meter aja rasanya jantung mau lepas.